Kamis, Desember 31, 2020

Close The Door 2020, Open The Door 2021

Meminjam istilah Deddy Corbuzier dengan Close The Door di podcast-nya (semoga dia tidak marah, hehee..) nanti malam, Malam Tahun Baru 2021. Close The Door 2020, Open The Door 2021. Selama tahun 2020 ini rasa2nya tahun yang berat dengan adanya Covid-19. Gak cuma aku yang lainnya juga banyak. Btw, udah mau ulang tahun ya Covid-19, sementara tanda2 kapan usainya belum tahu. Tapi Alhamdulillah vaksin sudah ada tinggal pelaksanaannya saja semoga dapat berjalan dengan baik dan hasilnya juga baik. Aamiin...


*wes dulu ya, Insyaallah dilanjut nanti di 2021. Ini nyolong2 waktu kerja. Hehehe...

Kamis, Oktober 10, 2019

Judule Penasaran


Masih ada rasa penasaran berseliweran di kepalaku tentang reuni SMA dua tahun lalu.
Bukan tentang reuninya tetapi hal yang membuat (sebut saja namanya Tongki) batal datang pada acara tersebut. Padahal dia sudah daftar, sudah bayar dan katanya mau datang. Masa’ iya tiba-tiba gak bisa datang karena ada acara nikahan saudaranya? Feeling aku mengatakan dia membatalkan datang ke acara reuni bukan karena itu. Kan gak mungkin ya acara nikahan dadakan seperti itu, pasti jauh-jauh hari sebelumnya kita sudah mendengar selentingan cerita dari keluarga kalo ada saudara yang mau nikah. Iya gak?

Sebelumnya aku menangkap keanehan dari teman kelasku (katakan saja namanya Anik). Waktu kelas 3 SMA dia duduk bersebelahan denganku (semeja).  Saat dia melihat-lihat grup WA SMA ada yang share foto-foto. Aku sempat dengar dia menyebut nama Tongki secara pelan, nyaris gak kedengaran kalo orang tidak memperhatikan. Tapi aku sempat dengar ucapannya itu. Deg..! Sesaat aku sempat merasa aneh, kenapa dia menyebut nama Tongki? Apakah mereka saling mengenal dan berkomunikasi selama ini tanpa aku ketahui?
Kemudian keesokkan harinya, hari H reuni. Ketika kelas kami datang ketempat reuni acara belum dimulai. Kelas-kelas lain ada yang belum datang, ada yang belum lengkap. Kelas kami sudah kumpul dan menempati meja yang sudah disediakan oleh panitia. Kelas Tongki mejanya ada diseberang kelas kami. Kelasnya Sosial-1, kelas kami Sosial-4. Pada saat acara mendekati dimulai, tiba-tiba Tongki WA aku, dan mengatakan alasan gak bisa datang seperti yang sudah kutulis di atas. Ada saudara nikah.
Setelah aku membaca WA dari Tongki dan membalasnya, secara tak sengaja lagi hampir bersamaan aku menerima WA dari Tongki aku melihat temanku Anik membaca WA kemudian dia melihat ke arah meja kelas Tongki (Sosial-1) dengan ekspresi wajah kecewa. Beberapa kali aku melihat moment Anik melihat ke arah meja Sosial-1. Aku merasa yakin pasti mereka pernah atau mungkin cukup intens berkomunikasi. Tetapi setiap aku tanyakan ke Tongki dia tidak pernah mengakuinya. Belakangan ini pun sikap Tongki beda dari yang dulu-dulu. Entah ini cuma perasaanku saja atau memang begitu adanya? Mbuh yo.. Wong saiki jarang ngobrol sama aku. Lebaran saja gak ngucapin apalagi ultah. Huhuhu.. 😥 😃


Iya sih, secara pengalaman aku memang kalah. Aku masih single sampai saat aku nulis blog ini. Aku kalah genit, kalah berani, kalah pengalaman dan kalah segala2nya untuk urusan beginian. Sedangkan temanku Anik sudah 2x menikah, dan kata cerita teman, dia sudah cerai dari suami keduanya. Benar atau tidak, wallahu a’lam.

Mungkin tidak ada gunanya aku menulis cerita ini diblog. Toh, gak ada yang dirugikan, cuma dibikin kesal aja sih dan cukup mengganggu pikiranku juga. Haha…
Makanya uneg-uneg yang sudah dua tahun aku simpan ini kutuangkan diblog saja supaya rasa penasaranku sedikit terobati. Gak baik juga ya menyimpan uneg-uneg, iya kan?

Maafkan aku...

Jumat, Juli 26, 2019

Katanya Miom


Kamis sore, 25 Juli 2019 kemarin dengan segenap keberanian aku kembali cek ke dokter. Sendirian! Ya sendirian seperti yang sudah-sudah aku ke dokter atau ke rumah sakit selalu pergi sendiri. Sesampai di klinik aku menemui dokter, dan kemudian aku di rujuk ke rumah sakit untuk menemui dokter kandungan. Aku pasrah atas apa yang akan terjadi sambil selalu berdoa berharap keajaiban dari Allah agar aku terhindar dari hal-hal yang tidak kuinginkan.
Sambil menunggu dokter datang aku ditensi oleh perawat. Hasil tensi darahku menurun lagi dari hari sebelumnya (110/80, 100/70). Kemarin tensiku 90/60.
Ketika namaku dipanggil oleh perawat bergegas aku langsung masuk ke ruang praktek dokter spesialis kandungan yang sudah menunggu di dalam. Sungguh, baru pertama kalinya aku berhadapan dengan dokter kandungan untuk urusan kesehatan kandungan. Setelah kuceritakan semua yang kualami kemudian aku di USG. Kata dokter, ada miom yang besarnya 4,5 cm dalam rahimku. Dokter juga mengatakan rahimku melebar karena desakan miom yang ada di dalam rahimku. Aku pasrah mendengarkan semua penjelasan dokter termasuk andai terpaksa rahimku diambil pun aku sudah menyiapkan hati. Dengan keadaanku saat ini yang belum menikah dan sudah berusia 51 tahun kemungkinan-kemungkinan itu sudah kuperhitungkan. Tetap berdoa semoga tidak ada yang gawat atau hal yang menakutkan lainnya.
Setelah dibuatkan resep aku diharapkan kembali seminggu kemudian bila pendarahan tidak berhenti.
Aku pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang mendadak rasanya aku sedih banget. Ada perasaan takut melanda. Sekuat-kuatnya hati menerima kabar itu pasti ada sisi lain yang membuat linangan air mata ini bergulir.

Pulang dari rumah sakit ceritanya aku mau ngobrol tukar cerita sama gentong tentang penyakitku ini. Aku telepon dia tetapi gak diangkat, pun tidak ada telepon balik atau WA sekedar menanyakan ada apa karena dia tak sempat menerima teleponku. Tapi begitulah dia, makanya aku enggan menelepon atau WA dia bukan karena aku tidak mau, tetapi aku mengantisipasi kekecewaanku karena hal serupa. Alasan klasik.., tapi sudahlah. Semoga semuanya sehat-sehat saja. Aamiin...

Jumat, Juli 05, 2019

Ceritaku


Cerita flash back lebaran lalu.

Pagi-pagi di Hari Raya Idul Fitri 1440 H aku bergegas mandi karena waktu sudah menunjukkan pukul 05.30. Walau jarak tempat sholat Ied dekat rumah sebaiknya datang lebih cepat supaya tidak tergesa-gesa dan dapat tempat yang nyaman, menurutku.
Sholat Ied dimulai sekitar pukul 07.00.  
Kelar sholat dilanjut ceramah oleh sang imam. Setelah selesai rangkaian ibadah Hari Raya Idul Fitri aku pun buru-buru pulang sembari tegur sapa dan salaman sama tetangga yang berpapasan denganku. Sesampai di rumah aku ngemil kue kering yang sengaja kusediakan untukku, biar berasa Idul Fitri an, kataku. Hehehe…
Tak lama berselang ada pengumuman dari musholla agar warga setempat kumpul di depan musholla untuk silaturahmi/bersalam-salaman dengan warga situ.
Sebelumnya aku sudah janjian sama adikku berlebaran ke tempat saudara. Janjian jam 09.00. Setelah selesai bersalam-salaman dengan warga, aku buru-buru pulang. Niat mau makan bakso yang kubeli hari kemarin (buat makan lebaran ceritanya) tapi kulihat jam sudah menunjukkan pukul 08.50. Akhirnya aku gak jadi makan bakso karena khawatir adikku sudah meluncur menjemputku. Jiaann... ternyata adikku tidak tepat waktu, "tiwas ra sido mangan bakso", jareku ning jero ati.

Aku sudah bersiap dari tadi. Tiba-tiba aku dengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. Ohh…, sudah datang, pikirku. Cepat-cepat aku ambil tas dan pakai sepatu, lalu kemudian bergegas keluar rumah dan mengunci pintu. Dengan berlari kecil aku menuju mobil yang terparkir di depan rumah. Tanpa pikir panjang aku buka pintu belakang. Dan tradaaaa…. Aku salah mobil sodara-sodara ! Duh, isin banget aku (malu banget aku). Ternyata mobil orang lain. Langsung aku minta maaf sama yang di mobil itu dengan perasaan malu sampai ke ubun-ubun!
Wassyuuu...syuuu tenan… makiku dalam hati sambil menahan malu. Kok yo pethuk banget sih iso salah mobil? Kok yo iso sampe keliru ngono. Aku masih saja nyerocos memaki dalam hati.
Betul-betul mobilnya mirip/sama. Sama-sama Pajero warna hitam. Bodohnya aku tidak  mengecek plat nomornya.
Ya siapa sih.., yang sempat-sempatnya ngecek plat nomor dalam keadaan terburu-buru gitu?
Pantas saja kok pada gak keluar mobil pas udah nyampe rumah. Aku sempat berpikir begitu sih sesaat waktu aku keluar rumah dan menuju mobil, gak seperti biasanya. Ternyata oh… ternyata memang orang lain yang ada di dalam situ.

Otw ke luar kota. Ceritanya kita berlebaran ke tempat saudara. Kakak sekeluarga sudah sampai duluan sehari sebelum hari lebaran. Kami sampai ditujuan, rumah dinas sudah sepi. Ternyata acara open house nya sudah rampung. 
Sampai di dalam rumah langsung salam-salaman kemudian disuruh makan. Tanpa basa basi aku langsung menuju meja makan menyantap makanan yang ada di situ. Terus terang lapar banget karena tadi aku gak jadi makan bakso di rumah.
Ngobrol ngalor ngidul sampai sore dan malam harinya ada saudara yang lain datang juga. Ketemu tante, keponakan yang sudah besar-besar. Ada yang sudah bekerja dan ada yang sudah menikah. Alhamdulillah senang melihatnya. Lanjut ngobrol sampai larut malam, jalan-jalan, jajan bakmi.
Keesokan harinya kami pulang Jogja termasuk kakak sekeluarga. Lanjut kumpul-kumpul lagi dan hari Jumat kakakku sekeluarga pulang ke Semarang karena anaknya harus balik lagi ke Jakarta hari Sabtu nya.
Lumayan lebaran kali ini aku tidak sendirian. Bisa makan menu lebaran bersama, bisa kumpul-kumpul bareng keluarga. Semoga tahun depan bisa berlebaran bersama lagi dalam keadaan sehat wal'afiat dan dalam suasana suka cita. Aamiin YRA...

Kamis, September 20, 2018

19 September 2018

Sore kemarin tiba-tiba orang yang tak kusangka datang ke rumah. Sumpriiittt gak kuduga sama sekali. Saat dia datang kebetulan aku sedang mandi sehingga tidak ada yang membukakan pintu. Aku ditelpon tapi gak dengar juga. Selesai mandi aku melihat keluar, aku lihat ada tas kresek menggantung di hadle pintu depan. Aku buka pintu ternyata ada pizza satu dos. Aku sempat berpikir apakah adikku yang taruh pizza di situ? Kemudian bergegas  aku mengecek hp, ternyata bukan adikku. Aku lihat lagi chatting WA lainnya ternyata ada nama seseorang yang sangat familiar.
Dia : Kirimannya udah diterima?
Aku : Sudah
Aku : Pizza?
Tiba-tiba dia langsung telepon aku dan... gak tahunya dia sendiri yang ngantar pizza itu. OMG, aku jadi bingung dan kaget atas kedatangannya yang tiba-tiba itu. Dengan apa adanya terpaksa aku terima dia. Bukannya gak senang didatangi tapi gak pede aja didatangi dengan tampilan acak-acakanku. Yo wes pasrah kalo masih mau menerima aku apa adanya ya sukur.., enggak pun ya gak papa.

Kami makan pizza bareng-bareng, aku satu potong dia satu potong. Kemudian dia pesan Go Food. Sempat bingung mau makan apa, akhirnya sepakat makan nasi Padang. Tapi aku merasa aneh, setelah makan pizza dan nasi Padang aku tawari minum dia gak mau. Aku ambil botol air putih dari kulkas dan gelas, aku sodorkan ke dia tapi dia tetap gak mau meminumnya. Aku pikir orang abis makan kan butuh minum. Aku paksa tetap gak mau malah mau pesan minum teh panas segala lewat Go Food, tapi ini tidak jadi. Lalu aku cari di kulkas air mineral, ada tapi ukuran botol kecil. Aku sodorkan air mineral itu lalu dia mau minum. Aku berkelakar bilang ke dia, air putih yang di botol kulkas itu gak ada jampi-jampinya kok. Aman.. kataku.
Ditawari makan pakai sendok gak mau, maunya makan pakai tangan. Memang sih, makan nasi Padang enaknya makan pakai tangan langsung.
Piring pun hampir saja gak dipakai maunya makan langsung. Kan tumpah kalo cuma dipegang tangan bungkusan nasinya. Akhirnya mau pakai piring. Tissue basah yang kusediakan  juga gak mau. Ya kayak gitu-gitu lah kadang-kadang bikin aku bingung. Entah dia jijik atau takut tertular penyakit atau takut dijampi-jampi sampai-sampai gak mau apa-apa yang kusediakan. Semoga saja dugaanku ini salah.

Lepas dari semua itu aku senang dia mau datang ke rumahku. Surprise banget. Tanpa direncana tanpa diminta tahu-tahu nongol aja di depan pintu. Semoga tali silaturahmi kami tetap terjalin dengan baik selamanya. Aamiin...


Senin, September 17, 2018

Selingan

Saat aku ke Jawa Timur di rumah saudara, menyempatkan ngobrol dengan bude-ku, bercerita tentang masa lalu. Beliau antusias menceritakan masa mudanya dan kenangan masa lalunya.

Aku menanyakan tentang mbah putri (eyang putri/nenek) ibu dari ibuku. Tanyaku pada bude, mbah putri dulu itu putih ya kulitnya? Budeku bilang, iya.. mbah putri itu ada keturunan Chinese-nya., gak tau apanya yang Chinese. Mungkin sesepuhnya dulu. Makanya kulitnya putih, kata budeku. Kalo mbah kakung (kakek) kulitnya kuning langsat. 


Btw, pernah juga aku ke toko tas, kejadiannya sekitar 3 tahun lalu. Saat aku pilih-pilih tas dan meminta masukan pada seorang pramuniaga, aku tanya ke mbaknya itu (pramuniaga), mbak mana yang bagus nih.., yang ini atau yang satunya lagi sambil aku menunjukkan dua buah tas dengan warna berbeda. Lalu mbak pramuniaganya bilang, kalo ibu sih warna apa saja cocok karena kulit ibu putih. Bukannya ibu Chinese ya? Tanya pramuniaga itu. Haahh..? Bukan mbak, saya asli wong Jowo, kataku sambil tertawa. Ada juga pedagang makanan kaki lima, sering aku beli makanan di situ, saat aku berjilbab mbaknya bilang ke aku, lho.. saya kira mbak orang Chinese? Tanyanya saat dia tahu aku berjilbab. Memang kenapa mbak, tanyaku balik. Kirain mbaknya Chinese, kata si penjual itu. 

Pun dulu jamannya aku masih muda (jiaaahhh masih muda! Hehee..) temanku sering ngeledekin aku encik-encik, kata mereka. Hahaha… Padahal kan aku gak sipit, wajahku juga kalo diperhatikan gak oriental. Tapi kebanyakan orang yang baru kenal aku sangkaannya aku bukan orang Jawa. Kalo gak dibilang orang Sumatera, orang Sunda, atau ada Chinese-nya ya? Mereka melihat karena kulitku putih yang identik seperti orang Chinese. Pantas aja dulu yang naksir aku orang Chinese, mungkin dikira aku ada turunan Chinese-nya ya? Sampai-sampai pernah nih ada cowok Chinese datang ke rumah beberapa kali. Sepertinya dia sedang pedekate sama aku karena aku melihat gelagatnya seperti layaknya cowok naksir cewek. Aku bilang sama dia kalau aku ini orang Jawa. Aku kuatir jangan-jangan dia salah kira, nanti dikiranya aku sama seperti dia, Chinese. Karena biasanya orang Chinese pasangannya sama orang Chinese seperti kebanyakan. Begitu ya? Mohon dikoreksi dan dimaafkan kalo aku salah.

Terus dia bilang, memang gak boleh ya kalo aku suka sama kamu? Kata dia begitu waktu itu. Ya boleh-boleh aja, kataku. Tapi apa kamu gak masalah nantinya? (maaf omongan kami waktu itu bukan memojokkan masalah ras satu dan yang lalinnya. Sama sekali tidak! Ini cuma sebuah "penekanan" saja, agar temanku itu tidak salah naksir orang). Enggak masalah, kata dia lagi. Tapi entah kenapa waktu itu aku gak berkeinginan pacaran sama dia. Aku lebih suka berteman saja sama dia meskipun dia tidak pernah mempermasalahkan aku ini siapa. Bagi dia suka/cinta tidak bisa dibatasi oleh apapun. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun pada akhirnya antara aku dan dia tidak terjadi hubungan serius, kami tidak pacaran. Kami berteman baik hingga dia balik ke kampung halamannya, Bogor.

Ada lagi teman Chinese lainnya yang ngajak nikah. Seorang duda, ngebet banget  mau nikahin aku. Aku bilang ke dia, aku ini Islam. Apa gak masalah buat kamu dan keluargamu? Aku gak bisa kalo aku ninggalin agamaku. Kemudian dia bilang ke aku, oke kalo gitu aku (maksudnya dia) yang masuk Islam. Aku bilang sama dia, gak gampang lho orang masuk Islam kalo gak bener-bener niat dan mau ngejalaninya. Jangan cuma karena aku, kamu mau masuk Islam, terus sesudah itu kamu gak menjalankan ibadah-ibadahnya.. dan bla-bla. Kataku panjang lebar ke dia. Dia bilang gak masalah. Kalo memang itu baik buatku (maksudnya buat dia) nanti kenapa tidak? Singkat cerita dengan banyak pertimbangan akhirnya aku yang mundur. Dia sempat marah sama aku, bilang macam-macam. Aku ngerti perasaannya, bahkan menurut cerita temannya yang aku kenal, dia sudah bercita-cita mau buatkan usaha untukku andai aku berhenti dari kerjaan dan menikah dengannya.  Tapi apa boleh buat, aku merasa ada yang kurang “klik” dengannya. Meski cara pandangnya tentang kehidupan ini bagus, tapi ada hal yang paling mendasar yang sulit ku dispensasi. 
Setelah marahnya redah aku jelaskan semua ke dia. Dia mengerti dan menerima alasanku. Kami pun tetap baik-baik saja hingga hari ini dengan kehidupan kami masing-masing.

Satu orang yang lain cuma selintas saja karena kejar target menikah. Dianya menentukan waktu harus dapat jawaban dariku, sedangkan aku belum ditanyain mau atau gak? Waktu yang telah ditentukan datang aku tidak memberi jawaban apa-apa karena ada hal yang aku kurang respek darinya. Berlalu begitu saja...

Dalam perjalanan hidupku dari usia remaja hingga dewasa ada 4 pria turunan Chinese yang pernah naksir/dekat denganku. Semuanya tidak berujung ke pelaminan (setidaknya hingga saat aku menulis cerita ini. Gak tau kelak kemudian hari). Sejujurnya hanya satu dari keempat orang itu yang mengena di hati, cuma (lagi-lagi) kayaknya susah diwujudkan. The one and only sebut saja Gentong. Sssttt...!!! Hahaha…
Begitulah sekilas cerita selingan tempo dulu tentang aku dan teman-teman Chinese-ku.

Mungkin kalo dirunut dari atas nenek moyang aku ini ada keturunan ras Mongoloid-nya kali ya? Mungkiiin.., mungkin saja. Hehee…