Kamis
sore, 25 Juli 2019 kemarin dengan segenap keberanian aku kembali cek ke dokter. Sendirian! Ya sendirian seperti yang sudah-sudah aku ke dokter atau ke rumah sakit selalu pergi sendiri. Sesampai di klinik aku menemui dokter, dan kemudian aku di rujuk ke rumah
sakit untuk menemui dokter kandungan. Aku pasrah atas apa yang akan terjadi
sambil selalu berdoa berharap keajaiban dari Allah agar aku terhindar dari
hal-hal yang tidak kuinginkan.
Sambil
menunggu dokter datang aku ditensi oleh perawat. Hasil tensi darahku menurun
lagi dari hari sebelumnya (110/80, 100/70). Kemarin tensiku 90/60.
Ketika
namaku dipanggil oleh perawat bergegas aku langsung masuk ke ruang praktek
dokter spesialis kandungan yang sudah menunggu di dalam. Sungguh, baru pertama kalinya
aku berhadapan dengan dokter kandungan untuk urusan kesehatan kandungan.
Setelah kuceritakan semua yang kualami kemudian aku di USG. Kata dokter, ada miom yang besarnya 4,5 cm dalam rahimku. Dokter juga mengatakan rahimku melebar karena
desakan miom yang ada di dalam rahimku. Aku pasrah mendengarkan semua penjelasan
dokter termasuk andai terpaksa rahimku diambil pun aku sudah menyiapkan hati. Dengan
keadaanku saat ini yang belum menikah dan sudah berusia 51 tahun kemungkinan-kemungkinan
itu sudah kuperhitungkan. Tetap berdoa semoga tidak ada yang gawat atau hal
yang menakutkan lainnya.
Setelah
dibuatkan resep aku diharapkan kembali seminggu kemudian bila pendarahan tidak
berhenti.
Aku pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang mendadak rasanya aku sedih banget. Ada perasaan takut melanda. Sekuat-kuatnya hati menerima kabar itu pasti ada sisi lain yang membuat linangan air mata ini bergulir.
Aku pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang mendadak rasanya aku sedih banget. Ada perasaan takut melanda. Sekuat-kuatnya hati menerima kabar itu pasti ada sisi lain yang membuat linangan air mata ini bergulir.
Pulang
dari rumah sakit ceritanya aku mau ngobrol tukar cerita sama gentong tentang
penyakitku ini. Aku telepon dia tetapi gak diangkat, pun tidak ada telepon
balik atau WA sekedar menanyakan ada apa karena dia tak sempat menerima
teleponku. Tapi begitulah dia, makanya aku enggan menelepon atau WA dia bukan
karena aku tidak mau, tetapi aku mengantisipasi kekecewaanku karena hal serupa.
Alasan klasik.., tapi sudahlah. Semoga semuanya sehat-sehat saja. Aamiin...