Allah yang menciptakan, kepada Allah jualah kita kembali. |
Sudah satu minggu bapakku berpulang.
Sebelumnya beliau mengeluh sakit dada dan tidak mau makan disertai suhu badan panas.
Gejalanya mulai hari Jumat, hari Sabtu masih mengeluh yang sama dan kemudian
hari Minggu pagi dibawa kesalah satu rumah sakit di Semarang. Diobservasi
akhirnya masuk ICU petang harinya. Dokter ICU bilang ke kakakku katanya bapak perlu
diventilator karena paru-parunya bermasalah yang menyebabkan sakit dada.
Setelah berembuk antara kami, kakak beradik dan pertimbangan
macam-macam, kami sepakat bapak tidak usah diventilator. Andai diventilator pun
belum tentu bisa sembuh total setelah keluar dari ICU, dan penyembuhannya bisa berbulan-bulan.
Selain itu keluarga tidak bisa menjaga bapak dari dekat kalau bapak dirawat di
ICU. Dokter pun sepakat dengan keputusan kami, faktor usia bapak yang sepuh dan
fisik bapak yang sudah lemah dan bila diventilator sakit sekali, bapak semakin
menderita.
Akhirnya bapak dikeluarkan dari ICU dan dirawat di kamar.
Pernapasan bapak dibantu oksigen cair, makan minum melalui sonde. Kasihan
melihat bapak terbaring seperti itu. Bicaranya makin tak bisa kami mengerti
karena mulut tidak bisa terkatup karena harus dioksigen.
Minggu pagi aku dikabari, karena aku harus menyelesai
sedikit pekerjaan akhirnya aku berangkat dari Jogja keesokan harinya, hari
Senin siang sekitar jam 13.00. Begitu sampai Semarang aku langsung ke rumah
sakit. Bapak terbaring dengan selang dihidung, mulut, dan tangan plus kateter.
Aku menginap di rumah sakit bersama adikku yang bungsu. Sempat shock
saat melihat laporan saturasi bapak menurun drastis diangka 72. Aku terbangun
sekitar jam 00.30 aku melihat napas bapak dalam dan tersengal-sengal. Dalam
hati aku berkata, “ya Allah apakah ini saatnya bapak pergi?”. Aku masih melihat
dadanya terus menerus sambil mengawasi dada bapak, cairan oksigen dan cairan infus.
Sebenarnya bisa saja aku memanggil suster jaga untuk menanyakan kenapa bapakku
seperti itu napasnya, atau membangunkan adikku yang tertidur. Tapi aku masih
berpikiran positif mungkin ini salah satu reaksi dari obatnya. Setelah lumayan
lama aku mengawasi bapak, napas beliau berangsur normal. Kemudian aku tidur,
tapi tidak bisa juga tertidur pulas. Sebentar-sebentar aku terjaga dan melihat
dada bapak, cek air oksigen dan cairan infus. Begitu terus hingga waktu subuh
tiba.
Selasa pagi, siang, malam bapak cenderung diam. Tidak banyak
meracau seperti hari Senin. Malam pun bapak terjaga cuma dua kali (kalo tidak
salah) dan sebentar. Tidak ada kecurigaan sama sekali hingga waktu subuh tiba.
Bapak lebih tenang hingga suster jaga datang jam 05.30 untuk mengecek saturasi
bapak(88-89), tensi darah (108/67) dan kadar gula (220).
Setelah itu adikku pergi kebawa untuk membeli kopi panas dan
sarapan. Selesai ngopi dan sarapan kami ngobrol sambil melihat kondisi bapak.
Suster memanggil salah satu dari kami, adikku yang datang
menemuinya. Suster memberitahu kalau bapak harus menambah albumin 2 botol. Kekurangan
albumin itu yang menyebabkan kaki dan tangan bapak bengkak. Tingkat kesadaran
bapak juga menurun, diajak komunikasi sudah tidak merespon. Dokter pagi yang
visit mencoba membangunkan/memanggil bapak, tetapi tidak ada respon. Kesadarannya makin menurun tetapi
napas bapak masih ada.
Jam 06.50 kakakku dan istrinya datang sambil membawa makan
buat kami. Lalu adikku melapor tentang albumin tadi, kemudian kakakku mengurus
kebagian administrasi untuk memesan albumin tersebut.
Sekitar jam 07.50 bapak mulai kritis. Aku melihat leher
bapak yang tadinya ada gerakan tarikan napas sempat terhenti sebentar
(kira-kira 3 atau 4 detik) kemudian terlihat kembali tarikan napasnya. Lega
sebentar lalu tiba-tiba aku melihat napas bapak terhenti kembali (deg..! Dalam hati aku
berkata, apakah sekarang waktunya bapak pergi?). Buru-buru kakakku menyuruh aku
yang sudah panik untuk memanggil suster. Suster kupanggil lewat panggilan yang
ada di kamar tersebut. Tapi aku melihat bapak sudah terdiam, lehernya tidak
terlihat gerakan napas lagi. Suster datang dan mencoba menekan dada bapak
tetapi sudah tidak ada respon. Innalillahi wa innailaihi rojiun…
Setelah dimandikan dan disucikan di rumah sakit bapak dibawa
ke rumah kakak. Dimakam kan sore itu juga di Semarang. Berangkat dari rumah
kepemakaman sekitar jam 16.15. Aku bersama 2 adikku dan 2 kakak sepupuku naik
ambulance yang membawa bapakku. Baru kali ini aku menaiki mobil ambulance
jenazah. Jenazah bapakku.
Semoga bapak husnul khotimah dan bertemu ibu di surgaNYA.
Aamiin ya Robbal Aalamiin