Selasa, Maret 06, 2018

Selamat Jalan Bapak

Allah yang menciptakan, kepada Allah jualah kita kembali.

Sudah satu minggu bapakku berpulang. Sebelumnya beliau mengeluh sakit dada dan tidak mau makan disertai suhu badan panas. Gejalanya mulai hari Jumat, hari Sabtu masih mengeluh yang sama dan kemudian hari Minggu pagi dibawa kesalah satu rumah sakit di Semarang. Diobservasi akhirnya masuk ICU petang harinya. Dokter ICU bilang ke kakakku katanya bapak perlu diventilator karena paru-parunya bermasalah yang menyebabkan sakit dada.
Setelah berembuk antara kami, kakak beradik dan pertimbangan macam-macam, kami sepakat bapak tidak usah diventilator. Andai diventilator pun belum tentu bisa sembuh total setelah keluar dari ICU, dan penyembuhannya bisa berbulan-bulan. Selain itu keluarga tidak bisa menjaga bapak dari dekat kalau bapak dirawat di ICU. Dokter pun sepakat dengan keputusan kami, faktor usia bapak yang sepuh dan fisik bapak yang sudah lemah dan bila diventilator sakit sekali, bapak semakin menderita.
Akhirnya bapak dikeluarkan dari ICU dan dirawat di kamar. Pernapasan bapak dibantu oksigen cair, makan minum melalui sonde. Kasihan melihat bapak terbaring seperti itu. Bicaranya makin tak bisa kami mengerti karena mulut tidak bisa terkatup karena harus dioksigen.
Minggu pagi aku dikabari, karena aku harus menyelesai sedikit pekerjaan akhirnya aku berangkat dari Jogja keesokan harinya, hari Senin siang sekitar jam 13.00. Begitu sampai Semarang aku langsung ke rumah sakit. Bapak terbaring dengan selang dihidung, mulut, dan tangan plus kateter.
Aku menginap di rumah sakit bersama adikku yang bungsu. Sempat shock saat melihat laporan saturasi bapak menurun drastis diangka 72. Aku terbangun sekitar jam 00.30 aku melihat napas bapak dalam dan tersengal-sengal. Dalam hati aku berkata, “ya Allah apakah ini saatnya bapak pergi?”. Aku masih melihat dadanya terus menerus sambil mengawasi dada bapak, cairan oksigen dan cairan infus. Sebenarnya bisa saja aku memanggil suster jaga untuk menanyakan kenapa bapakku seperti itu napasnya, atau membangunkan adikku yang tertidur. Tapi aku masih berpikiran positif mungkin ini salah satu reaksi dari obatnya. Setelah lumayan lama aku mengawasi bapak, napas beliau berangsur normal. Kemudian aku tidur, tapi tidak bisa juga tertidur pulas. Sebentar-sebentar aku terjaga dan melihat dada bapak, cek air oksigen dan cairan infus. Begitu terus hingga waktu subuh tiba.
Selasa pagi, siang, malam bapak cenderung diam. Tidak banyak meracau seperti hari Senin. Malam pun bapak terjaga cuma dua kali (kalo tidak salah) dan sebentar. Tidak ada kecurigaan sama sekali hingga waktu subuh tiba. Bapak lebih tenang hingga suster jaga datang jam 05.30 untuk mengecek saturasi bapak(88-89), tensi darah (108/67) dan kadar gula (220).
Setelah itu adikku pergi kebawa untuk membeli kopi panas dan sarapan. Selesai ngopi dan sarapan kami ngobrol sambil melihat kondisi bapak.
Suster memanggil salah satu dari kami, adikku yang datang menemuinya. Suster memberitahu kalau bapak harus menambah albumin 2 botol. Kekurangan albumin itu yang menyebabkan kaki dan tangan bapak bengkak. Tingkat kesadaran bapak juga menurun, diajak komunikasi sudah tidak merespon. Dokter pagi yang visit mencoba membangunkan/memanggil bapak, tetapi tidak ada respon. Kesadarannya makin menurun tetapi napas bapak masih ada.

Jam 06.50 kakakku dan istrinya datang sambil membawa makan buat kami. Lalu adikku melapor tentang albumin tadi, kemudian kakakku mengurus kebagian administrasi untuk memesan albumin tersebut.
Sekitar jam 07.50 bapak mulai kritis. Aku melihat leher bapak yang tadinya ada gerakan tarikan napas sempat terhenti sebentar (kira-kira 3 atau 4 detik) kemudian terlihat kembali tarikan napasnya. Lega sebentar lalu tiba-tiba aku melihat napas bapak terhenti kembali (deg..! Dalam hati aku berkata, apakah sekarang waktunya bapak pergi?). Buru-buru kakakku menyuruh aku yang sudah panik untuk memanggil suster. Suster kupanggil lewat panggilan yang ada di kamar tersebut. Tapi aku melihat bapak sudah terdiam, lehernya tidak terlihat gerakan napas lagi. Suster datang dan mencoba menekan dada bapak tetapi sudah tidak ada respon. Innalillahi wa innailaihi rojiun…

Setelah dimandikan dan disucikan di rumah sakit bapak dibawa ke rumah kakak. Dimakam kan sore itu juga di Semarang. Berangkat dari rumah kepemakaman sekitar jam 16.15. Aku bersama 2 adikku dan 2 kakak sepupuku naik ambulance yang membawa bapakku. Baru kali ini aku menaiki mobil ambulance jenazah. Jenazah bapakku.

Semoga bapak husnul khotimah dan bertemu ibu di surgaNYA. Aamiin ya Robbal Aalamiin