Selasa, November 30, 2010

Yogyakarta Monarki...??

Belum usai masalah bencana Merapi kini Yogyakarta diterpa gonjang-ganjing perihal keistimewaan provinsi Yogyakarta.

Apa yang membuat Yogyakarta menjadi Istimewa? Apakah istimewa hanya karena jabatan Gubernur dengan periode jabatan selama seumur hidup yang tidak dipilih langsung oleh rakyat melainkan ditetapkan? Ataukah karena Yogyakarta pernah menjadi Ibukota Perjuangan pada masa tempo doeloe? Ataukah karena Yogyakarta adalah Kerajaan pertama yang mengakui kemerdekaan RI dan bersedia bergabung dengan NKRI, atau mungkin karena Yogyakarta punya peran penting dalam mengusir penjajah dari bumi pertiwi? Entahlah....!!

Inilah rupanya yang menjadi pusat perdebatan tentang inti dan makna dari keistimewaan provinsi Yogyakarta, yaitu di soal jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Gubernur dan wakil gubernur di Yogyakarta ditetapkan merujuk pada keturunan. Disini memang tidak ada pemilihan langsung layaknya demokrasi yang kita anut. Jadi, monarki kah Yogyakarta? Sepenuhnya tidak! Karena di sini kami juga mengakui Republik Indonesia sebagai Negara, mengakui Presiden dan wapres terpilih dalam pilpres lalu sebagai pemimpin bangsa, bahkan mayarakat Yogyakarta terlibat didalamnya sebagai pemilih. Mengakui Pancasila sebagai dasar negara, burung Garuda sebagai lambang negara dan menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu keragaman yang dimiliki Indonesia. Dan di Yogyakarta juga memiliki DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat.
Benarkah Yogyakarta menjadi seolah-olah tidak lagi istimewa jika Gubernur dan Wakil Gubernurnya tidak lagi secara otomatis dijabat oleh siapapun juga yang menduduki tahta di Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Pura Kadipaten Pakualaman, dengan masa jabatannya selama seumur hidupnya dan berlaku turun temurun.
Bagiku hal itu tidak menjadi masalah, yang penting kebutuhan dan kepentingan rakyat terpenuhi serta dapat hidup damai, aman dan sejahtera. Toh, pemilihan pemimpin melalui pemilukada (secara langsung dipilih oleh rakyat) tidak selalu berujung bahagia.

Yogyakarta, menurut sebuah survei (Transparency International Indonesia) yang diadakan pada tahun 2008 terhadap 50 kota di Indonesia terpilih sebagai kota terbersih dari praktik korupsi. Jadi tidak jelek bila Yogyakarta dipimpin oleh seorang Sultan yang ditetapkan secara turun temurun.

Monarki merupakan sistem pemerintahan yang pemilihan pemimpinnya tidak melibatkan rakyat. Tetapi merujuk pada keturunan. Jelas, perbedaan utamanya pada mekanisme pemilihan pemimpinnya. Melibatkan rakyat vs tidak melibatkan rakyat. Di Daerah Istimewa Yogyakarta sistem demokrasi juga berjalan dalam pemilihan Walikota, Bupati bahkan Camat. Jadi, tidak masalah bila Yogyakarta menentukan pimpinan tertinggi negerinya dengan sistem (katanya) monarki...?? Yang penting rakyatnya mendukung dan bisa menjadi seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan amanah bagi rakyatnya.

Yogyakarta Tetap Daerah Istimewa.