Rabu, Oktober 29, 2014

Pro Kontra Merokok "Sang Dewi"

Saat ini sedang ramai dibicarakan seorang wanita yang baru saja dilantik menjadi menteri karena merokok di depan umum dan sedang diwawancarai wartawan. Pro kontra terjadi terutama di medsos dan berita online. Masalah wanita merokok sebetulnya sudah bukan hal baru lagi terutama kehidupan di kota-kota besar. Di negeri ini, dimana masih banyak orang berpikiran negatif apabila melihat wanita merokok apalagi di depan umum dan ini terjadi pada seorang pejabat selevel menteri. Apa jadinya bila seorang pejabat wanita merokok di depan publik? Pasti banyak orang heran dan bahkan risih melihatnya apalagi di sini masih menjunjung tinggi adat istiadat, etika ketimuran yang sangat kental. Jangankan seorang pejabat wanita, seorang pejabat pria pun akan melihat situasi dan kondisi apabila dia akan merokok. Pasti yang bersangkutan akan mencari tempat yang lebih private atau lebih tertutup dari pandangan publik. Bagaimanapun juga seorang pejabat publik pasti akan menjadi panutan masyarakatnya. 
Sama halnya orangtua kepada anaknya, orangtua pasti akan memberi contoh, mengajari hal-hal baik terhadap anak-anaknya. Orangtua pasti punya keinginan anak-anaknya tumbuh kembang menjadi anak-anak yang pintar, sopan dan dapat membanggakan orangtuanya suatu saat kelak. Kalo orangtua tidak bisa memberi contoh kebaikan pada anak-anaknya bagaimana anak-anaknya akan berperilaku baik terhadap orang lain? Demikian halnya guru-guru atau pendidik mereka akan mengajarkan ilmu pengetahuan dan etika kepada anak-anak didiknya agar kelak mereka menjadi orang-orang yang sukses dan bermartabat serta dapat membanggakan guru-gurunya dan almamaternya.

Kembali lagi ke hal tadi, ini soal hak asasi, merokok atau bertato adalah pilihan seseorang. Disamping hak ada kewajiban orang untuk tetap menghormati sekitarnya, apa saja yang masih dijunjung tinggi dimana orang tersebut bertempat tinggal. Hak dan kewajiban berjalan beriringan, saling menghormati dan saling menghargai satu sama lain. Tidak bisa suka-suka, karena pasti akan melukai salah satu pihak.
Betul, kinerja atau kesuksesan seseorang tidak bisa diukur dengan apakah dia merokok atau tidak, bertato atau tidak. Tetapi di sini masalah etika saja. Sepatutnyalah kita menghormati kebiasaan setempat, bukankah ada peribahasa yang mengatakan, "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung". 
Jadi, tidak usah berdebat masalah merokok dan bertato yang penting adalah kita saling mengingatkan demi kepentingan bersama. Yang ditegur tidak usah gusar dan yang menegur tidak perlu merasa paling benar. Sama-sama maju demi kepentingan bangsa Indonesia.
Selamat bekerja ibu menteri.., sukses!