Senin, Mei 26, 2008

Sekilas Kota Bitung


Tulisan ini aku ambil dari website Pemerintah Kota Bitung. Kota dimana dulu pernah aku tinggal. Sayang hingga saat ini aku belum bisa kesana lagi. Untuk mengobati rasa kangenku pada kota ini, bolehkan aku sertakan tulisan ini ke dalam blogku. Ini usahaku untuk tetap mengenang Bitung, karena agak sulit bagiku m'cari informasi tentang kota ini.
Kota Bitung merupakan salah satu pemerintah kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara dengan luas wilayah daratan 304 km2. Sebagian besar wilayah daratan merupakan daerah berombak, berbukit dan gunung. Secara Geografis Kota Bitung terletak pada posisi diantara 1O23?23?? ? 1 35 39 LU dan 125O1?43 ?? ? 125O18?13??BT. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Maluku, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Likupang dan Kecamatan Dimembe (Kabupaten Minahasa Utara), Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Maluku dan Samudera Pasifik sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kauditan (Kabupaten Minahasa Utara). Wilayah daratan mempunyai luas 304 km2, secara administratif terbagi dalam lima wilayah kecamatan serta enam puluh kelurahan. Lima kecamatan tersebut masing-masing Kecamatan Bitung Utara (136,40 km2 ) meliputi 12 kelurahan, Kecamatan Bitung Tengah (24 km2 ) meliputi 10 kelurahan, Kecamatan Bitung Barat (33,62 km2) meliputi 10 kelurahan, Kecamatan Bitung Timur (59,08 km2) terdiri dari 13 kelurahan dan Kecamatan Bitung Selatan yang terdapat di Pulau Lembeh (50.90 km2) meliputi 15 kelurahan.

Sebagai pintu gerbang jalur laut di Provinsi Sulawesi Utara, dengan berbagai aktifitas perdagangan dan pendidikan serta dengan keberadaan sumber daya alam yang cukup memadai, Kota Bitung memiliki lahan sawah seluas 156 Ha , lahan kering 28.719 Ha dan lainnya 1252 Ha, menunjukkan penggunaan lahan dalam pembangunan Kota Bitung cenderung maksimal. Kota Bitung merupakan kota multi dimensi dengan keragaman etnis yang dalam kesehariannya berkembang dalam nuansa kebersamaan dengan menghargai keragaman tersebut dengan didukung semangat dan budaya Mapalus. Kelurahan yang ada masih ada yang mempunyai ciri pedesaan baik dilihat dari segi fisik maupun pola hidup masyarakatnya. Masih ada beberapa kelurahan yang bercirikan kelurahan pesisir (Bitung Selatan, Bitung Timur dan beberapa kelurahan di Bitung Utara) maupun kelurahan yang bercirikan masyarakat petani (Bitung Utara). Keberhasilan pembangunan Kota Bitung yang dicerminkan dari laju pertumbuhan ekonomi cukup menggembirakan, telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para migran untuk tinggal dan bekerja di Kota Bitung. Rata-rata kepadatan penduduk pada Tahun 2005 mencapai sekitar 558 jiwa per km2. Menyadari heterogenitas penduduk dengan berbagai latar belakang budaya maka pembangunan Kota Bitung diarahkan pada ? Terwujudnya Kota Bitung sebagai kota pelabuhan internasional, industri, pariwisata, perdagangan dan jasa yang berwawasan lingkungan dan unggul di era globalisasi ? sesuai dengan visi yang akan dicapai oleh pemerintah dan masyarakat Kota Bitung. Berbagai tantangan, potensi dan dinamika lingkungan strategis yang mempengaruhi perkembangan pembangunan Kota Bitung merupakan motivasi bagi pemerintah dan masyarakat serta semua stake holders pembangunan untuk merancang dan melaksanakan pembangunan dengan mengarahkan pada skala prioritas yang dapat menggerakkan roda perekonomian rakyat dan menjamin kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Disamping itu kemajuan teknologi informasi dan efek globalisasi telah menciptakan persaingan antar kekuatan ekonomi semakin meningkat, menuntut proses pembangunan yang semakin efisien serta menghasilkan produk dengan daya saing yang semakin menjadi tantangan pembangunan kedepan. Beberapa program prioritas pembangunan pada era otonomi daerah telah memberi peluang bagi daerah untuk mengelola sumber daya yang ada secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat dengan mengutamakan berbagai isu publik dalam pelaksanaan pembangunan. Jumlah penduduk usia produktif semakin meningkat dan telah mencapai 794.026 orang pada Tahun 2005 merupakan jumlah angkatan kerja yang potensial untuk menggerakkan pembangunan apabila dapat dikelola dengan baik. Keterlibatan tenaga kerja sektor pertanian semakin berkurang. Pergeseran ini telah mengarah pada sektor perdagangan dan industri yang cenderung mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja. Menyadari bahwa transformasi struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tidak dapat dihindari dalam pembangunan, yang semakin mengarah pada ekonomi persaingan bebas yang diikuti dengan makin bertambahnya konsumsi masyarakat terhadap produk barang industri. Demikian juga halnya dengan pengelola tenaga kerja bergeser dari sektor primer ke sektor tersier, maka pembangunan sektor pertanian di arahkan pada upaya pemenuhan pangan serta pelestarian sumber daya alam. Produksi padi pada Tahun 2005 berjumlah 555,6 ton dari luas lahan 137.5 Ha. Selain padi juga dihasilkan jagung 2.236,51 Ton dari 694,5 Ha. Disamping itu juga produksi umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) sebanyak 8.309 ton dari 557 ha, buahan 245,36 ton dari luas lahan 104,30 ha serta kacang tanah sebanyak 143,97 ton dari 135,40 Ha. Disamping pertanian tanaman pangan sub sektor perikanan juga mempunyai peran yang cukup berarti, dalam perekonomian Kota Bitung. Perikanan terutamanya perikanan laut produksinya semakin fluktuatif, pada Tahun 2005 produksinya meningkat 0,66 % yakni dari 133.043,6 ton menjadi 133.924,8 ton. Kegiatan ekonomi di Kota Bitung lainnya adalah pariwisata. Kota Bitung dengan 16 objek pariwisata, baik wisata pantai, wisata hutan maupun wisata sejarah.

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu upaya pembangunan di bidang pelayanan masyarakat seperti pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, prasarana jalan dan perhubungan, sarana dan prasarana pendidikan. Pembangunan kesehatan diarahkan pada kemampuan hidup bagi masyarakat dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat. Sarana pelayanan kesehatan telah diupayakan melalui 3 RS Umum, serta 6 buah Puskesmas serta layanan kesehatan lainnya. Panjang jalan di Kota Bitung Tahun 2005 mencapai 232.42 km. bila dirinci menurut statusnya jalan negara mencapai 29.90 km, Jalan provinsi mencapai 15 km dan selebihnya adalah jalan kota. Pembangunan perhubungan/transportasi di Kota Bitung diharapkan dapat mewujudkan arus lalu lintas/angkutan perkotaan, laut yang lancar, tertib, aman dan nyaman. Hal ini dapat dicapai melalui berbagai program seperti : peningkatan dan pengembangan sistem lalu lintas, peningkatan dan pengembangan manajemen angkutan umum, peningkatan dan pengembangan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana angkutan perkotaan serta peningkatan dan pengembangan jaringan angkutan dan jalan. Pembangunan pendidikan bersifat menyeluruh dan terpadu, untuk itu diperlukan suatu sistem pendidikan yang mampu menjamin pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan serta peningkatan kualitas pendidikan yang bermutu sesuai dengan tuntutan kehidupan lokal, nasional maupun global. Menyangkut peningkatan kualitas SDM pemerintah Kota Bitung sangat concern akan hal tersebut. Hal ini terlihat dari visi dan misi Kota Bitung yakni : ?Terwujudnya Bitung sebagai kota pelabuhan internasional, industri, perdagangan, jasa dan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan unggul di era globalisasi? selanjutnya dijabarkan dalam misi Pemerintah Kota Bitung yakni Panca Bina dimana salah satunya adalah Bina Manusia. Salah satu program dalam Misi Bina Manusia adalah Pemerintah Kota Bitung bertekad dan berupaya untuk ?menyiapkan masyarakat yang berkualitas dan berkemampuan tinggi sehingga mampu bersaing di era globalisasi dengan tetap menjaga kelestarian nilai-nilai etika, moral serta norma agama?.

Bertitik tolak dari upaya perluasan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu, tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Tahun 2005 jumlah TK 61 buah, SD sebanyak 96 buah, SLTP sebanyak 29 buah dan SLTA sebanyak 22 buah. Partisipasi sekolah merupakan masalah yang paling signifikan yang patut dikedepankan dalam analisis pendidikan. Dengan melihat angka partisipasi sekolah di Kota Bitung, secara langsung kita akan dapat melihat sejauh mana keberhasilan pembangunan pendidikan di kota serba dimensi ini. Angka partisipasi Kasar (APK) merupakan angka yang mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang menerima pendidikan pada jenjang tertentu. Namun, indikator ini lebih banyak bercerita tentang keberhasilan sistem pendidikan dalam mendidik anak dan remaja, dan bukan pada penduduk dewasa.

Salah satu faktor penting dalam kelangsungan pembangunan ekonomi suatu daerah adalah tersedianya lembaga keuangan dan perbankan daerah sebagai fasilitas meminjam dana dan penggerak investasi baik oleh pemerintah maupun dunia usaha. Dalam era otonomi daerah derap laju pembangunan kabupaten/kota sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah yang dimiliki untuk membiayai aktifitas pembangunan dan pemerintahan. Skala prioritas kebutuhan menjadi pertimbangan utama mengalokasikan keuangan daerah disamping arah efisiensi dan manfaat dalam upaya memenuhi aspirasi masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan. Kota Bitung dengan berbagai pertimbangan telah berusaha menggali potensi Pendapatan Asli daerah (PAD) sebagai salah satu sumber keuangan daerah disamping pendapatan dana perimbangan pemerintah pusat dan provinsi, serta lain-lain pendapatan yang sah. Besarnya PAD yang diterima pada Tahun 2005 masih memberi kontribusi sebesar 6,03 % pada APBD, naik dari tahun 2004 yang menyumbang 5,99 %. Kinerja pembangunan pemerintah daerah tidak terlepas dari pelaksanaan manajemen pemerintahan yang baik, yang pada akhirnya dapat ditunjukkan dari indikator ekonomi makro. Disamping itu banyak ahli pembangunan mengungkapkan bahwa keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari berbagai indikator seperti : angka kemiskinan, pengangguran, angka kematian bayi dan ibu melahirkan, kemampuan baca tulis, umur harapan hidup dan sebagainya yang akhirnya dapat tercermin dari indeks pembangunan manusia (Human Development Index). Upaya pembangunan ekonomi melalui berbagai program kebijakan telah menunjukkan kecenderungan semakin baik. Pertumbuhan ekonomi dilihat dari laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi, menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan melebihi pertumbuhan Tahun 2002.

SEJARAH BITUNG

Nama Bitung berasal dari nama sebuah pohon yang tumbuh rindang di sepanjang pesisir pantai Bitung. Bitung juga berasal dari kata Balisung yang artinya tempat pengobatan yang mujarab atau negeri sentosa. Dari kedua arti tersebut terdapat kesamaan maksud yaitu kedamaian dan kesejahteraan. Pada tanggal 7 Juli 1947 terbentuklah distrik bawahan Bitung dengan jumlah penduduk 13.482 jiwa di 11 desa. Tahun 1950 dimulai pembangunan fasilitas pelabuhan. Kepala Daerah Bitung yang mengkoordinir kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Tahun 1971 Bitung berkembang menjadi 28 desa dengan jumlah penduduk 59.549 jiwa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1975 tanggal 10 April 1975 Bitung diresmikan sebagai Kota Administrative pertama di Indonesia dan dibagi menjadi 3 (tiga) Kecamatan, yaitu :
Kecamatan Bitung Utara
Kecamatan Bitung Tengah
Kecamatan Bitung Selatan
Dengan luas wilayah 304 km. Tahun 1979 Bitung menjadi 44 Desa dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa status desa di Bitung menjadi Kelurahan. Berdasarkan undang-undang Nomor 7 Tahun 1990 Tanggal 15 Agustus 1990 Administrative Bitung resmi berubah status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bitung dan diresmikan tanggal 10 Oktober 1990, oleh Menteri Dalam Negeri Rudini. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1996 Tanggal 6 Desember 1996 terbentuklah Kecamatan Bitung Timur sebagai hasil pemekaran dari Kecamatan Bitung Tengah dan melengkapi jumlah Kecamatan di Kota Bitung sebanyak 4 Kecamatan dengan jumlah Kelurahan tetap 44 Kelurahan. Jabatan Walikota / Kepala Daerah di Kota Bitung tela mengalami beberapa pergantian sejak terbentuknya sebagai Kota Administratif hingga sekarang ini. Nama-nama Walikota Bitung hingga sekarang ini, yaitu :
1). W. A. WORANG (1975-1979)
2). Drs. KAREL L. SENDUK (1979-1985)
3). Drs. S. H. SARUNDAYANG (1985-2000)
4). MILTON KANSIL, BBA (2000-2005)
5). Drs. MAX LUMINTANG (2005-2006)
6). HANNY SONDAKH (2006-SEKARANG)

Sabtu, Mei 24, 2008

Sebuah Pencarian : Wajibkah B'Jilbab

Tulisan ini aku ambil dari blog sdr. Aisar. Sejujurnya, sampai dengan hari inipun aku masih mencari2, wajibkah wanita muslim b'jilbab? Kalo memang wajib, wajib yang seperti apa dan bila tidak, bagaimana? Karena alasan itu pulalah aku mengambil tulisan ini untuk menambah pengetahuanku tentang pencarianku ini. Dan bukan karena kebetulan didalam tulisan sdr. Aisar ini juga ada pendapat dari Bapak Quraish Shihab, seorang pakar tafsir & ilmu2 Al-Quran yang aku kagumi atas pemikiran2nya tentang Islam.

Ini tulisannya :
Kaget! Saat itu mata saya tengah melihat ke sekeliling ruang tamu kediaman seorang tokoh umat Islam di Indonesia, Bapak Amien Rais. Bersama rekan-rekan dari Gamais, kami bermaksud untuk mengundang beliau sebagai pembicara di salah satu acara di kampus ITB. Mata saya mendapati sebuah foto keluarga terpampang di dinding : Pak Amien, Istri, serta anak-anaknya dalam balutan busana adat Jawa. Satu hal yang membuat saya kaget : tidak ada satu pun anggota keluarga beliau, baik istri maupun anak-anaknya yang berjilbab. Entah mengapa, logika saya tidak bisa menerima hal tersebut. Seorang pejuang reformasi -pembela jutaan rakyat yang tertindas-, aktivis dan ulama Islam -hingga pernah menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah-, saya terus bertanya dalam hati : Mengapa abai terhadap hal-hal “kecil” seperti itu?

Pertemuan dengan Pak Amien yang berlangsung singkat kala itu belum bisa memecahkan teka-teki yang muncul di benak saya. “Rasanya tidak mungkin kalau Pak Amien sampai mengabaikan perhatian terhadap keluarganya. Quu anfusakum wa ahlikum naara -peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka-, pasti beliau lebih paham betul makna ayat ini dibanding saya”. Saya coba bertanya ke salah satu alumni Gamais senior yang ikut mendampingi kami dalam kunjungan tersebut. “Oh, masalah itu. Memang fiqih yang diyakini Pak Amien seperti itu”, jawabnya. “Fiqih yang diyakini? Maksudnya?”, saya kembali bertanya. “Yaa, Pak Amien memandang jilbab bukan suatu kewajiban seperti shalat atau jihad misalnya”. Kali ini saya tambah bingung? Untuk pertama kalinya sejak saya mengaji di TPA umur 4 tahun, saya mendengar ada fiqih yang memandang jilbab bukan suatu kewajiban bagi muslimah.

Rasa ingin tahu saya mengenai “fiqih Pak Amien” membuat saya mencoba mencari berbagai sumber informasi tentang jilbab. Perpustakaan Salman kerap saya jabangi untuk mencari buku dengan keyword “jilbab”, “kerudung”, “fiqih wanita”, dan sejenisnya. Dengan keyword yang sama pula saya coba googling, dan menemukan artikel “menarik” berjudul “Kritik Atas Jilbab” yang ternyata ditulis oleh seorang aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL). (Artikel tersebut ada dibawah artikel ini, dengan judul "Kritik Atas Jilbab"). Artikel tersebut merujuk ke sebuah buku yang ditulis oleh Muhammad Sa’id Al Asymawi yang menerangkan sejarah diwajibkannya pemakaian jilbab, hingga dalil-dalil yang dirujuk oleh para ulama. Poin utamanya adalah : hadist-hadist yang menjadi rujukan tentang pewajiban jilbab adalah hadist ahad (satu periwayatan) yang tak bisa dijadikan landasan hukum tetap. Saya bertanya dalam hati : “Bukannya di Al-Qur’an jelas diungkapkan tentang kewajiban berjilbab/berkerudung (An-Nur(24) : 31 dan Al-Ahzab(33) : 59)”. Menurut sang penulis, bila diteliti lagi di dalam tafsir Ibnu Katsir misalnya, perintah Allah untuk mengulurkan kerudung hingga menutup dada (An-Nur(24):31) dikarenakan perempuan pada zaman jahiliyah biasa melewati laki-laki dengan keadaan telanjang dada tanpa ada selimut sedikitpun. Bahkan kadang-kadang mereka memperlihatkan lehernya untuk memperlihatkan semua perhiasannya. Ditambahkan oleh Imam Zarkasyi : Mereka mengenakan pakaian yang membuka leher bagian dadanya, sehingga tampak jelas selu-ruh leher dan urat-uratnya serta anggota sekitarnya. Mereka juga menjulurkan keru-dungnya mereka ke arah belakang, sehingga bagian muka tetap terbuka. Oleh karena itu, maka segera diperintahkan untuk mengulur-kan kerudung di bagian depan agar bisa menutup dada mereka. Sedangkan ayat Al-Ahzab(33):59 yang berisi perintah Allah untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh, turun ketika gangguan terhadap muslimah sangat gencar terutama dari kaum Yahudi dengan alasan tidak dapat membedakan perempuan muslim dan budak, seperti ditunjukkan dalam penggalan dari ayat itu : “..yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.”

Saya tahu, mayoritas ulama di Indonesia tidak bersahabat dengan pergerakan Islam Liberal. Karenanya saya tidak menelan kata-kata mereka secara mentah-mentah. Buku-buku fiqih yang saya baca di Perpustakaan Salman tidak ada satu pun yang menggagas tentang dihalalkannya muslimah tidak berjilbab. Kalaupun ada yakni perbedaan pendapat tentang batasan aurat perempuan yang boleh diperlihatkan ke umum. Mayoritas ulama mensyaratkan seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, wajib ditutupi. Namun ada ulama dari mazhab Syafi’i yang membolehkan dibukanya telapak kaki.

Pencarian saya terhadap misteri “fiqih Pak Amien” belum juga memuaskan rasa ingin tahu saya. Saya terus berusaha mencari referensi-referensi lain, hingga saya membaca artikel di suatu majalah Islam, yakni diskusi mengenai buku tulisan seorang mufassir dan ulama besar di Indonesia, Prof. Quraish Shihab yang berjudul “Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah”. Secara mengejutkan mantan Menteri Agama RI tersebut mengambil kesimpulan bahwa jilbab adalah masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) di kalangan ulama, bukan sesuatu yang harus diwajibkan, apalagi dipaksakan. Kontan banyak kritik berdatangan dari tokoh-tokoh Islam yang sudah lama mengagumi kecakapan beliau dalam menerjemahkan kandungan Al-Qur’an. Satu hal yang seketika ada di pikiran saya : “Get the book at any costs”.

Buku terbitan 2004 tersebut ternyata tidak mudah untuk didapatkan. Kios-kios di sekitar masjid Salman hingga ke Gramadia telah saya jabangi, ternyata hasilnya nihil. Saya hampir putus asa. Alhamdulillah, setelah saya coba googling, buku tersebut bisa didapatkan lewat salah satu toko buku online yang pusatnya di Jakarta. Setelah saya menyelesaikan pembayaran lewat transfer bank, beberapa hari kemudian buku itu sampai di tangan saya. Senangnya, saya langsung membalik halaman demi halaman buku tersebut. Ternyata bahasanya rada-rada “tinggi”, duh dasar profesor (atau memang saya yang telmi). Namun poin-poin yang dikemukakan buku tersebut insya Allah bisa saya mengerti.

Pada bagian pengantar buku disebutkan beberapa poin. Ketika anda membaca suatu ayat Al-Qur’an, mungkin maknanya telah terbesit di hadapan anda dengan jelas. Namun ketika anda coba membacanya sekali lagi, mungkin anda akan mendapat makna yang berbeda. Ayat-ayat Al-Qur’an itu bagaikan intan, yang tiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dari sudut-sudut yang lain. Orang lain yang membaca ayat yang sama, mungkin dapat melihat cahaya yang lebih banyak dan berbeda dibandingkan dengan yang dapat anda lihat. Al-Qur’an menampung mazhab dan pandangan kelompok-kelompok Islam yang berbeda-beda dasar dan rinciannya. Kitab suci ini dapat menampung aneka pendapat ilmiah dengan metode-metode pendekatan yang berbeda-beda baik kuno maupun modern, hingga diungkapkan dalam Al-Isra’(17):84 “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.”

Salah satu kecenderungan alim ulama yang dikritisi oleh Pak Shihab adalah menutup-nutupi kemudahan-kemudahan dalam beragama yang telah diberikan Allah dan Rasul-Nya. Sebagai contoh dalam kitab Shahih Bukhari, Nabi Muhammad suatu ketika shalat dhuhur lalu langsung dilanjutkan dengan ashar seperti menjamak kedua shalat tersebut padahal beliau tidak dalam perjalanan (musafir), tidak juga karena sebab-sebab yang jelas-yang dipahami sebagai alasan menjamak shalat. M. Rasyid Ridha menulis tentang gurunya yakni Syekh Muhammad Abduh bahwa “Kekaguman saya menyangut keteguhannya beragama, keindahan ibadahnya, serta ketekunannya bertahajud , tidak menghalangi saya untuk menyatakan bahwa beliau terkadang menjamak dua shalat wajib di tempat beliau bermukim (bukan musafir) sebagi rukhsah walau berbeda dengan pendapat keempat mazhab, namun sesuai dengan satu hadist shahih”.

Kecenderungan untuk menutup-nutupi kemudahan ini terlihat tidak sesuai dengan perintah Allah, antara lain dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh(2) : 185, “Allah menghendaki untukmu kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan” serta Al-Hajj(22):78, “.. dan Dia tidak menjadikan untukmu dalam hal agama sedikit kesulitan pun”. Rasulullah juga sangat menganjurkan kemudahan beragama, beliau berpesan : “Berilah berita gembira dan jangan menjauhkan orang dari tuntutan agama, permudahlah dan jangan mempersulit” (HR Bukhari Muslim), serta perkataan Aisyah “Rasul saw. tidak dihadapkan pada dua pilihan, keculai memilih yang termudah, selama ia bukan dosa. Kalau dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhinya”(HR Bukhari Muslim).

Selain itu, kita sejak dulu sering mendengar adanya ijma’ (kesepakatan ulama) menyangkut satu hukum, atau bahwa makna satu ayat telah pasti demikian, tidak ada lagi kemungkinan makna lain untuknya, padahal persoalan itu masih diperselisihkan oleh para ulama dari dulu hingga kini. Karena itu pakar tafsir asal Libanon, Ibnu Umar Al-Biqa’i mengingatkan agar kita jangan mudah dan langsung membenarkan apa yang dinyatakan sebagai ijma’ karena pernyataan tentang ijma’ hanya dapat diterima dari mereka yang benar-benar memiliki kemampuan merangkum semua riwayat.

Bab-bab selanjutnya dari buku Quraish Shihab tersebut memaparkan perdebatan-perdebatan panjang mengenai batasan aurat wanita yang wajib ditutup ketika bermu’amalah. Mulai dari ulama yang mewajibkan wanita menutup seluruh tubuhnya tanpa terkecuali, ulama yang memberi kelonggaran yakni boleh membuka muka dan telepak tangan, hingga ulama kontemporer yang cenderung menilai batasan aurat wanita adalah sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku setempat. Walaupun ayat-ayat Al-Qur’an yang dipakai untuk memberikan hujjah atas permasalahan ini relatif sama, namun penafsirannya sangat beragam. Begitu juga dengan hadist-hadist yang menjadi referensi : ketika ada sebagian ulama yang menshahihkannya, sebagian lain mendhoifkan, sebagian lain menilai hasan, dan seterusnya. Pembahasan mengenai ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah tersebut satu persatu tidak akan dimuat di sini karena keterbatasan tempat dan khawatir kekeliruan yang disebabkan redaksi yang tidak lengkap. Silakan lihat di buku “Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah”, jika berminat insya Allah saya bersedia meminjamkannya.

Misalkan ketika membahas ayat An-Nur(24) : 31. Penggalannya adalah sebagai berikut :
‘Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya..”
Perdebatan muncul dalam hal apa saja yang “kecuali yang biasa tampak dari padanya”. Ada ulama yang menilai makna “perhiasan” adalah seluruh tubuh wanita karena dapat menarik perhatian laki-laki. Sehingga yang biasa tampak dan halal ditampakkan adalah pakaian luar saja. Ada yang menilai “perhiasan” sebagai anggota tubuh yang memakai perhiasan sehingga tidak apa-apa menampakkan celak mata (wajah) dan telapak tangan hingga pergelangan (tempat pacar dan gelang). Sementara itu ulama lainnya berpendapat : Al-Qur’an tidak secara tegas menunjukkan batas-batas tersebut sehingga memakai kalimat yang menunjukkan bahwa batas-batas tersebut diserahkan pada adat dan kebiasaan yang berlaku setempat. Pada kalimat selanjutnya yakni menutupkan kain kudung ke dadanya, para ulama sepakat bahwa bagian dada wanita tidak boleh ditampakkan. Namun yang menjadi soal bagi ulama kontemporer apakah menutup rambut juga suatu kewajiban mengingat kain kerudung penutup kepala yang dimaksud pada ayat di atas adalah lumrah digunakan di Arab, bahkan sebelum turunnya ayat tersebut. Jadi penutup kepala bukanlah produk Islam melainkan produk budaya Arab setempat.

Contoh paparan di atas memang tidak bisa mewakili seluruh perdebatan panjang yang dimuat oleh buku tersebut. Hingga akhirnya Quraish Shihab mengambil kesimpulan memakai jilbab(kerudung) atau penutup kepala adalah masalah khilafiyah (perbedaan pendapat). Namun bukan berarti Islam tidak menetapkan batasan mengenai cara berpakaian wanita. Perempuan wajib memakai pakaian yang sopan sesuai adat dan kebiasaan setempat, sehingga tidak mengundang rangsangan bagi yang melihatnya. Juga bukan berarti beliau menyerukan perempuan untuk melepas jilbabnya. Menurut beliau memakai jilbab adalah suatu bentuk kehati-hatian yang juga positif untuk diterapkan. Perlu dicatat hal ini hanya berlaku di dalam bermuamalah, sedangkan dalam ibadah khusus seperti shalat, Rasulullah tegas memerintahkan batasan pakaian perempuan termasuk menutupi rambut mereka.

Terminologi “sopan” sesuai adat dan kebiasaan setempat mungkin terlihat sangat subjektif, sehingga seolah tidak ada batasan yang pasti bagaimana perempuan berpakaian. Adat dan kebiasaan adalah sesuatu yang terbentuk secara alamiah, bahkan kadang tanpa anda sadari.Seorang perempuan yang memakai baju tertutup rapi, dengan celana panjang, atau rok yang cukup panjang, tentu akan terlihat sopan, setidaknya untuk ukuran Indonesia. Ketika perempuan berpakaian seperti itu berada di Arab Saudi, misalkan, kemungkinan besar ia akan dianggap “tidak sopan”. Pun ia menggunakan jilbab, adat dan kebiasaan setempat masih menganggapnya “tidak sopan” hingga ia mengenakan burqa (pakaian bercadar).

Bagaimana dengan di negara Barat? Dengan pemahaman seperti itu bukankah berarti perempuan muslim di Barat boleh-boleh saja berpakaian terbuka dan bahkan mengenakan bikini saat berjemur di pantai yang menjadi kebiasaan di sana? Saya coba jelaskan bahwa “Biasa” dan “Sopan” adalah sesuatu yang dapat kita definisikan berbeda. Melihat tubuh lawan jenis, berkata “you’re sexy” bahkan di depan suaminya, adalah sesuatu yang “biasa” di Barat, itulah “biasa” atas “ketidaksopanan”. Berpakaian sopan identik dengan berpakaian yang tidak memancing “perhatian” atau “keusilan” laki-laki. Kalau masih ragu anda bisa bertanya sebanyak-banyaknya pada rekan laki-laki anda untuk membedakan mana penampilan perempuan yang “memancing” dan mana yang “sopan/tidak memancing”, niscaya anda akan mendapat jawaban yang memuaskan.

Selesai membaca buku itu, ada semacam pola pikir baru yang saya dapatkan dalam memahami ajaran Islam. Moderasi, mungkin itu kata yang paling tepat. Penafsiran tunggal atas seluruh ajaran Islam mustahil untuk dilakukan. Seperti dalam Al-Maidah(5):48 “..Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan..”. Saat shalat Jum’at terakhir saya mendapat sebuah buletin rutin yang kebetulan membahas tentang Pornografi dan Pornoaksi. Ada tulisan yang menarik yaitu : “Tentu saja dalam konteks pornografi dan pornoaksi yang mengumbar aurat ini, yang dimaksud adalah aurat menurut syariah Islam. Seorang wanita yang memperlihatkan sekadar rambut atau bagian bawah kakinya, misalnya, jelas termasuk orang yang mengumbar aurat. Sebab, aurat dalam pandangan Islam adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan”. Wah, pikir saya, seandainya statement itu menjadi undang-undang di negeri ini, niscaya akan banyak orang yang dituntut ke pengadilan. Olahraga sepakbola mungkin tidak diperbolehkan lagi mengingat celana pendek yang dikenakan pemainnya. Ah, mungkin saya saja yang berpikir terlalu jauh. Tapi saya hargai pendapat-pendapat demikian sebagai buah dari pemikiran yang berhati-hati.

Kamis, Mei 22, 2008

Curhat Di Pagi Hari

Pagi2 aku udah dibangunkan sms teman yang ujuk2 curhat. Busyeet... jam berapa ini neng? Tanyaku ke dia. Sori banget-sori banget, katanya. Aku tau ini baru jam 03.30, tapi please lah tolongin aku. Tolongin apa, tanyaku? Ini, anakku yang paling gede buat ulah. Dia belum pulang dari semalam gara2 aku omelin karena main internet terus, kata temanku agak senewen. Terus..., kamu udah coba hubungi keteman2nya? Tanyaku lagi sembari aku narik selimut yang udah ga keruan ini. Udah.., katanya. Tapi hasilnya nihil. Laporkan aja ke polisi, kalo gitu. Kataku. Wah ntar urusannya rumit kata temanku. Aku balik nanya lagi ke dia. Kamu mau rumit tapi anak kamu ketemu, atau kamu ga mau rumit tapi anak kamu hilang?! Jawabku mulai kesal. Bukannya begitu, tapi aku belum yakin kalo anakku betul2 minggat seterusnya, kata temanku itu. Ya udah kalo gitu, tungguin aja sampe dia pulang. Tapi kamu jangan sok yakin gitu lah. Mending kamu cari lagi dan kalo perlu lapor polisi. Gawat kalo urusannya jadi penculikan. Ini urusan anak 'Wie, kataku ga mau kalah. Iya sih..., tapi...(temanku mulai ragu2) Udah ga usah pake tapi2an, kalo perlu aku ikut juga nyari. Kataku sambil menawarkan diri. Iya ya... makasih Lel.
Waktu subuh udah masuk, cepat2 aku ke kamar mandi untuk wudhu. Selesai sholat subuh, seperti biasanya ditemani secangkir kopi aku nonton berita di tv. Ahh... berita demo BBM lagi, gerutuku sambil kupindah channel tv yang lain. Sama lagi, demo BBM lagi. Kupindah ke channel yang lain, akhirnya kutemukan channel film kartun di Trans7. Nonton ini aja ahh.., ga perlu ikutan sepaneng liat orang demo. Pikirku...
Tiba2 telepon di rumah b'dering. Temanku yang curhat tadi rupanya. Ada apalagi Wie? Tanyaku. Ini Lel, Rani udah ketemu. T'nyata dia nginep di rumah salah satu teman sekolahnya. Pagi2 udah diantar orang tua temannya itu. Tadinya mau semalam diantarkan, tapi Rani ga m'perbolehkan dan dia mengancam kalo diantar atau diberitahukan ke orang tuanya malam itu dia bakal kabur lagi. Karena orang tua temannya itu ga mau tambah masalah, lalu mereka mengalah sambil m'beri nasihat ke anakku. Tiba2 aja anakku pagi2 udah mau diantar pulang. Cerita temanku itu girang ga ketulungan. Alhamdulillah... kataku yang disambut dengan kata yang sama oleh temanku, iya Alhamdulillah...., makasih ya Lel udah mau dengerin curhatku pagi2. Dan sori udah ganggu kamu. Oke ga masalah, ada yang lebih gawat lagi dari kamu 'Wie gangguin aku malam2 dengan telepon atau sms. Hehehe... no problemo lah, kataku. Hati2 jangan sering marahin anak, ntar kabur lagi. Masalahnya anak kamu udah punya 'keberanian' untuk ninggalin rumah 'Wie. Iya ya..., makasih ya. Assalamu'alaikum, katanya. Walaikum'salaam, jawabku. Kemudian gagang telepon sama2 kami letakkan. Klik

Rabu, Mei 21, 2008

Always Live Life To The Fullest

(Bagi yang ngerti bahasa Inggris silakan simak, yang ga ngerti bahasa Inggris kursus dulu..!! Hehe..)

Don't let go of Hope.
Hope gives you the strength to keep going
When you feel like giving up.
Don't ever quit believing in Yourself.
As long as you believe you Can,
You will have reason for Trying.
Don't let anyone hold your Happiness in their Hands;
Hold it in yours, so it will always be within your Reach.
Don't measure success or failure by material wealth,
But by how you Feel;
Our feelings determine the richness of our Lives.
Don't let bad moments overcome You;
Be patient, and they will pass.
Don't hesitate to reach out for Help;
We all need it from time to time.
Don't run away from love but towards Love.
Because it is your deepest Joy.
Don't wait for what you want to come to You.
Go after it with all that You Are,
Knowing that Life will meet you Halfway.
Don't feel like youve lost
When plans and dreams fall short of your hopes.
Anytime you learn something new
About Yourself or about Life,
You have progressed.
Don't do anything that takes away
From your Self-Respect.
Feeling good about Yourself
Is essential to feeling good about Life.
Don't ever forget how to Laugh
Or be too proud to Cry.
Or too stubborn to Smile
Don't ever forget a friend who truly loves You
As it could be that friend who is true to your Needs
Don't ever forget who helped you Grow as your need for more seeds may often re-appear
With all the above live life to its Fullest
enjoy ur day friends...

-buat team dibuang sayang, tks udah dibolehin copy paste

Senin, Mei 19, 2008

Bravo Rossi


Semalam aku kesal sekali. Siaran lansung MotoGP dari sirkuit Le Mans Perancis ditunda penayangannya di Trans7 gara2 ada siaran langsung final Thomas Cup. Kutunggu sampe jam 22.00 ga selesai2 juga, akhirnya aku tidur sambil m’bawa rasa dongkol karena acara favoritku ga bisa kutonton.
Jam 04.50 aku bangun, setelah sholat subuh aku segera m’cari berita di TV tentang MotoGP semalam. Alhasil berita kutemukan di Metro TV, dan thank God…. Valentino Rossi meraih kemenangan dengan finish diurutan pertama disusul rekan satu teamnya (Fiat Yamaha) Jorge Lorenzo, dan diposisi ke tiga Collin Edwards dari team Tech 3 Yamaha.
Dengan begitu hasil klasemen sementara saat ini :
1. Valentino Rossi
2. Jorge Lorenzo
3. Dani Pedrosa

Jumat, Mei 09, 2008

Membumikan Al-Quran


Selamat Natal Menurut Al-Qur'an
By : Doktor M. Quraish Shihab

Sakit perut menjelang persalinan, memaksa Maryam
bersandar ke pohon kurma. Ingin rasanya beliau
mati, bahkan tidak pernah hidup sama sekali.
Tetapi Malaikat Jibril datang menghibur: "Ada anak
sungai di bawahmu, goyangkan pangkal pohon kurma
ke arahmu, makan, minum dan senangkan hatimu.
Kalau ada yang datang katakan: 'Aku bernazar tidak
bicara.'"

"Hai Maryam, engkau melakukan yang amat buruk.
Ayahmu bukan penjahat, ibumu pun bukan penzina,"
demikian kecaman kaumnya, ketika melihat bayi di
gendongannya. Tetapi Maryam terdiam. Beliau hanya
menunjuk bayinya. Dan ketika itu bercakaplah sang
bayi menjelaskan jati dirinya sebagai hamba Allah
yang diberi Al-Kitab, shalat, berzakat serta
mengabdi kepada ibunya. Kemudian sang bayi berdoa:
"Salam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku
pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan pada hari
ketika aku dibangkitkan hidup kembali."

Itu cuplikan kisah Natal dari Al-Quran Surah Maryam ayat 34.
Dengan demikian, Al-Quran mengabadikan dan merestui ucapan
selamat Natal pertama dari dan untuk Nabi mulia itu, Isa
a.s.

Terlarangkah mengucapkan salam semacam itu? Bukankah
Al-Quran telah memberikan contoh? Bukankah ada juga salam
yang tertuju kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, keluarga
Ilyas, serta para nabi lainnya? Setiap Muslim harus percaya
kepada Isa a.s. seperti penjelasan ayat di atas, juga harus
percaya kepada Muhammad saw., karena keduanya adalah hamba
dan utusan Allah. Kita mohonkan curahan shalawat dan salam
untuk mereka berdua sebagaimana kita mohonkan untuk seluruh
nabi dan rasul. Tidak bolehkah kita merayakan hari lahir
(natal) Isa a.s.? Bukankah Nabi saw. juga merayakan hari
keselamatan Musa a.s. dari gangguan Fir'aun dengan berpuasa
'Asyura, seraya bersabda, "Kita lebih wajar merayakannya
daripada orang Yahudi pengikut Musa a.s."

Bukankah, "Para Nabi bersaudara hanya ibunya yang berbeda?"
seperti disabdakan Nabi Muhammad saw.? Bukankah seluruh umat
bersaudara? Apa salahnya kita bergembira dan menyambut
kegembiraan saudara kita dalam batas kemampuan kita, atau
batas yang digariskan oleh anutan kita? Demikian lebih
kurang pandangan satu pendapat.

Banyak persoalan yang berkaitan dengan kehidupan Isa Al-Masih
yang dijelaskan oleh sejarah atau agama dan telah
disepakati, sehingga harus diterima. Tetapi, ada juga yang
tidak dibenarkan atau diperselisihkan. Disini, kita berhenti
untuk merujuk kepercayaan kita.

Isa a.s. datang membawa kasih, "Kasihilah seterumu dan
doakan yang menganiayamu." Muhammad saw. datang membawa
rahmat, "Rahmatilah yang di dunia, niscaya yang di langit
merahmatimu." Manusia adalah fokus ajaran keduanya; karena
itu, keduanya bangga dengan kemanusiaan.

Isa menunjuk dirinya sebagai "anak manusia," sedangkan
Muhammad saw diperintahkan oleh Allah untuk berkata: "Aku
manusia seperti kamu." Keduanya datang membebaskan manusia
dari kemiskinan rohani, kebodohan, dan belenggu penindasan.
Ketika orang-orang mengira bahwa anak Jailrus yang sakit
telah mati, Al-Masih yang menyembuhkannya meluruskan
kekeliruan mereka dengan berkata, "Dia tidak mati, tetapi
tidur." Dan ketika terjadi gerhana pada hari wafatnya putra
Muhammad, orang berkata: "Matahari mengalami gerhana karena
kematiannya." Muhammad saw lalu menegur, "Matahari tidak
mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang."
Keduanya datang membebaskan manusia baik yang kecil, lemah
dan tertindas -dhu'afa' dan al-mustadh'affin dalam istilah
Al-Quran.

Bukankah ini satu dari sekian titik temu antara Muhammad dan
Al-Masih? Bukankah ini sebagian dari kandungan Kalimat Sawa'
(Kata Sepakat) yang ditawarkan Al-Quran kepada penganut
Kristen dan Yahudi (QS 3:64)? Kalau demikian, apa salahnya
mengucapkan selamat natal, selama akidah masih dapat
dipelihara dan selama ucapan itu sejalan dengan apa yang
dimaksud oleh Al-Quran sendiri yang telah mengabadikan
selamat natal itu?

Itulah antara lain alasan yang membenarkan seorang Muslim
mengucapkan selamat atau menghadiri upacara Natal yang bukan
ritual . Di sisi lain, marilah kita menggunakan kacamata
yang melarangnya.

Agama, sebelum negara, menuntut agar kerukunan umat
dipelihara. Karenanya salah, bahkan dosa, bila kerukunan
dikorbankan atas nama agama. Tetapi, juga salah serta dosa
pula, bila kesucian akidah ternodai oleh atau atas nama
kerukunan.

Teks keagamaan yang berkaitan dengan akidah sangat jelas,
dan tidak juga rinci. Itu semula untuk menghindari kerancuan
dan kesalahpahaman. Bahkan Al-Quran tidak menggunakan satu
kata yang mungkin dapat menimbulkan kesalahpahaman, sampai
dapat terjamin bahwa kata atau kalimat itu, tidak
disalahpahami. Kata "Allah," misalnya, tidak digunakan oleh
Al-Quran, ketika pengertian semantiknya yang dipahami
masyarakat jahiliah belum sesuai dengan yang dikehendaki
Islam. Kata yang digunakan sebagai ganti ketika itu adalah
Rabbuka (Tuhanmu, hai Muhammad). Demikian terlihat pada
wahyu pertama hingga surah Al-Ikhlas. Nabi saw. sering
menguji pemahaman umat tentang Tuhan. Beliau tidak sekalipun
bertanya, "Dimana Tuhan?" Tertolak riwayat sang menggunakan
redaksi itu karena ia menimbulkan kesan keberadaan Tuhan
pada satu tempat, hal yang mustahil bagi-Nya dan mustahil
pula diucapkan oleh Nabi. Dengan alasan serupa, para ulama
bangsa kita enggan menggunakan kata "ada" bagi Tuhan,
tetapi "wujud Tuhan."

Natalan, walaupun berkaitan dengan Isa Al-Masih, manusia
agung lagi suci itu, namun ia dirayakan oleh umat Kristen
yang pandangannya terhadap Al-Masih berbeda dengan pandangan
Islam. Nah, mengucapkan "Selamat Natal" atau menghadiri
perayaannya dapat menimbulkan kesalahpahaman dan dapat
mengantar kepada pengaburan akidah. Ini dapat dipahami
sebagai pengakuan akan ketuhanan Al-Masih, satu keyakinan
yang secara mutlak bertentangan dengan akidah Islam. Dengan
kacamata itu, lahir larangan dan fatwa haram itu,
sampai-sampai ada yang beranggapan jangankan ucapan selamat,
aktivitas apa pun yang berkaitan dengan Natal tidak
dibenarkan, sampai pada jual beli untuk keperluann Natal.

Adakah kacamata lain? Mungkin!

Seperti terlihat, larangan ini muncul dalam rangka upaya
memelihara akidah. Karena, kekhawatiran kerancuan pemahaman,
agaknya lebih banyak ditujukan kepada mereka yang
dikhawatirkan kabur akidahnya. Nah, kalau demikian, jika ada
seseorang yang ketika mengucapkannya tetap murni akidahnya
atau mengucapkannya sesuai dengan kandungan "Selamat
Natal" Qurani, kemudian mempertimbangkan kondisi dan
situasi dimana hal itu diucapkan, sehingga tidak menimbulkan
kerancuan akidah baik bagi dirinya ataupun Muslim yang lain,
maka agaknya tidak beralasan adanya larangan itu. Adakah
yang berwewenang melarang seorang membaca atau mengucapkan
dan menghayati satu ayat Al-Quran?

Dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan,
Al-Quran memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan
bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau
keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh
pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan
memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan
keyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah
ayat-ayat yang tercantum dalam QS 34:24-25. Kalaupun
non-Muslim memahami ucapan "Selamat Natal" sesuai dengan
keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang
memahami akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis
keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka
interaksi sosial.

Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan larangan itu,
bila ia ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan ternodai
akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang
membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana
dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal
tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan.

Dostojeivsky (1821-1881), pengarang Rusia kenamaan, pernah
berimajinasi tentang kedatangan kembali Al-Masih. Sebagian
umat Islam pun percaya akan kedatangannya kembali. Terlepas
dari penilaian terhadap imajinasi dan kepercayaan itu, kita
dapat memastikan bahwa jika benar beliau datang, seluruh
umat berkewajiban menyambut dan mendukungnya, dan pada saat
kehadirannya itu pasti banyak hal yang akan beliau luruskan.
Bukan saja sikap dan ucapan umatnya, tetapi juga sikap dan
ucapan umat Muhammad saw. Salam sejahtera semoga tercurah
kepada beliau, pada hari Natalnya, hari wafat dan hari
kebangkitannya nanti.